Berjogja.com – Sebuah kisah kelam dari Jawa kembali dihidupkan lewat layar lebar. Fajar Nugros, yang sebelumnya sukses lewat horor Inang (2022), menghadirkan film terbaru bertajuk Perempuan Pembawa Sial.
Kali ini, ia mengangkat mitos Bahu Laweyan, sebuah kutukan yang jarang disentuh dalam perfilman Indonesia, tetapi sarat dengan drama cinta, dendam, dan karma.
Kutukan Bahu Laweyan
Cerita rakyat menggambarkan Bahu Laweyan sebagai tanda lahir sebesar uang logam di bahu kiri seorang perempuan.
Tanda tersebut dipercaya membawa kutukan, karena setiap pria yang menikahinya akan mengalami kematian tragis. Konon, hanya setelah menikah tujuh kali, kutukan itu bisa hilang.
Asal mula mitos ini bermula pada abad ke-18. Saat itu, Pakubuwono II murka kepada seorang perempuan pembatik dari Laweyan yang menolak permintaannya untuk tinggal di wilayah keraton serta meminjamkan kuda.
Sebagai hukuman, raja mengutuk seluruh perempuan Laweyan agar suami mereka wafat secara mengenaskan.
Fajar Nugros menjelaskan bahwa ketertarikannya pada kisah ini lahir dari pengalaman masa kecilnya. “Segala ketakutan yang ada dalam film ini diambil dari ketakutan-ketakutan masa kecil saya, termasuk keputusan saya mengajak Eyang Didik Nini Thowok untuk berperan dalam film ini,” ujarnya.
Mirah, Korban Kutukan
Tokoh utama dalam film ini adalah Mirah (Raihaanun), seorang perempuan yang baru menikah. Hidupnya berubah drastis ketika sang suami meninggal tidak lama setelah pernikahan. Warga kemudian mengusir Mirah, menuduhnya sebagai pembawa malapetaka.
Namun, Mirah merasa kejadian tersebut bukan sekadar kebetulan. Ia mulai meyakini bahwa dirinya terkena Bahu Laweyan, sebuah kutukan yang mungkin diwarisi dari masa lalu keluarganya.
Dalam perjalanannya, Mirah bertemu Bana (Morgan Oey), seorang pemilik warung makan yang tidak takut menerima kehadirannya.
Cinta pun tumbuh di antara mereka, tetapi setiap langkah membawa risiko kematian. Pertanyaannya, apakah cinta mampu melawan kutukan atau justru menjadi korban berikutnya?
Raihaanun mengungkapkan tantangan perannya. “Yang menarik dari karakter ini adalah selain menarik inspirasi dari kisah rakyat Bawang Merah dan Bawang Putih, adalah bagaimana misteri di balik karakter Mirah ini dikupas perlahan-lahan, seperti kita mengupas bawang,” ungkapnya.
Horor Bernuansa Budaya
Perempuan Pembawa Sial tidak sekadar menyajikan ketegangan, tetapi juga menggali akar budaya Jawa.
Dengan riset mendalam, film ini menggabungkan nuansa mistis, drama emosional, hingga filosofi karma. Visual yang indah berpadu dengan cerita berlapis membuat pengalaman menonton lebih berkesan.
Menambah kekuatan cerita, Fajar Nugros menghadirkan maestro tari tradisional Didik Nini Thowok sebagai Mbah Warso, seorang dukun manten. Ia mengaku terkejut ketika mengetahui kisah Bahu Laweyan diangkat ke film.
“Jadi dulu salah satu teman saya juga pernah terkena kutukan Bahu Laweyan ini, dan saat itu harus menggunakan berbagai ritual dan mantra untuk melepasnya. Jadi saya kaget juga saat dengar kutukan ini akan difilmkan, karena ini nyata dan bukan cuma mitos,” ujarnya.
Antusiasme Penonton
Film ini menggelar pemutaran perdana pada 10 September lalu dan mendapat respons positif.
Amanda Rawles memberikan komentar, “Takut banget, dari awal udah nggak dikasih nafas.” Sementara Derby Romero memuji alur cerita yang terinspirasi dari kisah Bawang Merah dan Bawang Putih, “persoalan dua kakak beradik ini juga menurut gue sangat menarik.”
Bagi penggemar horor dengan sentuhan budaya lokal, Perempuan Pembawa Sial siap tayang serentak di bioskop Indonesia mulai 18 September 2025.
Penonton juga bisa memanfaatkan promo Buy One Get One Free (BOGOF) untuk pembelian tiket lebih awal melalui TIX ID, M-Tix, CGV, maupun Cinepolis hingga 17 September.
Apakah Anda berani menatap mata Mirah dan mengungkap rahasia di balik Bahu Laweyan?